Oleh : Panji Satria
Pengurus PMII Komisariat STAI
Tasikmalaya
Tasikmalaya, (25/11/2014)
Tepat Tanggal 25 November sejak tahun 1994, Para kaum Guru memperingati Hari Guru Nasional yang dalam sejarahnya diawali dengan berdirinya
Organisasi Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada tahun 1912 dengan
beranggotakan Guru bantu, Guru Desa, Kepala sekolah serta Penilik Pendidikan
yang tersebar di seluruh pelosok Nusantarta. Kemudian pada tahun 1932 seiring
dengan kuatnya keinginan untuk merdeka para pengurus Persatuan Guru Hindia
Belanda (PGHB) beserta anggotanya mengganti nama PGHB menjadi Persatuan Guru
Indonesia (PGI).
Namun hal ini menuai kecaman dari pihak
kolonial Hindia Belanda yang sangat membenci penamaan Indonesia karena nama Indonesia adalah simbol
bangkitnya semangat Nasionalisme dan membahayakan keberadaan mereka di tanah air ini,
sebaliknya justru para Guru sangat mendambakan Nama Indonesia karena sadar akan
harga diri sebagai bangsa dan memimpikan untuk merdeka.
Pada zaman pendudukan Jepang Segala
organisasi dilarang, Sekolah-sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI)
tidak dapat lagi melakukan aktivitas sebagaimana mestinya. Barulah setelah
tanggal 17 Agustus 1945 dimana kemerdekaan bukan lagi hal yg utopis dan semangat
proklamasi kemerdekaan telah menyalakan kembali api perjuangan yang sempat
dibungkam, dengan penuh kesadaran akan pentingnya sebuah persatuan dan kesatuan,
seluruh organisasi Guru yang didasarkan atas lingkungan daerah, politik, Agama
dan suku menyelenggarakan kongres Guru Indonesia di Surakarta tepatnya 100 hari
setelah proklamasi kemerdekaan yaitu pada tanggal 24-25 November 1945. Sejak
kongres Guru Indonesia itulah semua Guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu
dalam satu wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Dalam catatan sejarah, organisasi
PGRI tetap mempertahankan semangat persatuan dan kesatuan, jiwa pengabdian dan
tekad perjuangan dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik
Indonesia senantiasa dipelihara. Tidak hanya itu, Peran Guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia
sebelum kemerdekaan sangatlah besar. Para kaum guru senantiasa konsisten untuk menyadarkan siswa serta
masyarakat akan pentingnya menjaga harga diri sebagai bangsa.
Atas dasar
dedikasi tinggi, tekad dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI sebagai
organisasi profesi dan ketenagakerjaan yang bersifat unitaristik, independen,
dan tidak berpolitik praktis maka sebagai bentuk penghormatan kepada Guru Indonesia Pemerintah Republik
Indonesia dengan keputusan Presiden nomor 78 Tahun 1994 menetapkan hari lahir
PGRI sebagai Hari Guru Nasional
Guruku Ikhlas Beramal
Hari Guru Nasional memang selalu diperingati setiap
tahunnya, berbagai tuntutan kewajiban dalam rangka meningkatkan kualitas guru seolah-olah terus ditekankan
tanpa henti. Seorang Guru harus bersikap demokratis, tidak boleh otoriter
(otoritarianisme intelektual), guru tidak hanya menekankan pada aspek kognitif
saja melainkan harus lebih komprehensif, Guru harus profesional dll. Memang benar, kewajiban serta kualitas guru tersebut haruslah terus diperdebatkan dan ditingkatkan guna tercapainya
tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa dalam amanah UUD 45.
Pertanyaannya, Apakah hal ini sudah sesuai dengan peri keadailan? dalam arti
seimbang dengan hak yang harus didapatkan oleh guru.
Adil dalam bahasa arab berasal dari
kata “Adala” yang artinya lurus (tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu pada
tempatnya) lawan katanya adalah zalim (Aniyaya / Menempatkan sesuatu bukan pada
tempatnya). Senada seirama dengan hal ini Drs. Kahar Mansyhur mendefinisikan
adil dalam 3 point, Point Pertama (1) Adil ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya.kedua (2) Adil adalah
menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang. ketiga (3) Adil adalah
memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang
antara sesama yang berhak, dalam keadaan yang sama dan penghukuman orang jahat
atau yang melanggar hukum sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
Dalam kenyataannya, ditengah-tengah
kewajiban yang terus ditekankan kepada guru, tugas mulia untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa oleh guru terus digalakan, namun Hak-hak Guru serasa kurang
mendapatkan perhatikan. Apakah ini yang dimaksud dengan adil di negeri yang
berasaskan Pancasila ? Masih banyak Guru
Honorer yang terdzolimi (Aniyaya) tidak jelas nasibnya bahkan terselir kabar
KemenPAN-RB sedang mengkaji moratorium penerimaan CPNS selama lima (5) tahun
(CPNSINDONESIA.COM) dan ini sangat meresahkan kaum guru.
Padahal jelas dalam pasal 27 ayat (2)
UUD 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Juga dalam Pasal 14 point 1 huruf a UU NO 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa Guru
berhak Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial. Bagaimana
mungkin bisa tercipta sebuah kesejahteraan yang merata jika kesejahteraan Guru
masih dalam derita.
Para kaum Guru hari ini dituntut untuk
lebih ikhlas dalam menjalankan tugasnya, namun apakah mungkin bisa berjalan
jika tanpa sebuah kendaraan yang dalam hal ini adalah kebutuhan Hidup layak
yang masih terkungkung dalam kekurangan. Lahirnya guru pragmatis bukan hanya
salah kaum guru itu sendiri namun kondisi ekonomilah yang memaksa kaum guru
untuk pragmatis. Ini adalah simbol perlawanan dari guru sebagai kaum tertindas.
Hak Guru adalah kewajiban bagi
pemerintah, kewajiban Guru adalah hak bagi
pemerintah dalam menjalankan roda-roda kepemerintahannya. Tentunya
perintah Pusat maupun Daerah harus lebih dahulu mendahulukan kewajibannya
sebagai pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan bagi guru tanpa adanya
diskriminasi antara profesi guru dan profesi lainnya, juga di internal guru itu
sendiri pemerintah harus sigap dalam menangani
dikotomi antara Guru honorer dan guru PNS karena jasa guru sedikit
ataupun banyak itu harus di hargai.
Tanpa guru tentu masyarakat
Indonesia akan jauh tertinggal. Jika ditanya, mengapa seseorang bisa menjadi
Politisi, Birokrat, Pengusaha, Ilmuan, wartawan,dan profesi yang lainnya ? tentu
kita sepakat bahwa jawabannya tiada lain dan tiada bukan itu semua karena jasa
Guru. Guru laksana orang tua dalam kehidupan kita. Jika ada oknum yang
memperkosa hak-hak guru berarti ia telah melakukan sebuah dosa besar terhadap
orang tuanya sendiri.
Nasib Guru Honorer
Nasib Guru Harus di perhatikan oleh
semua pihak dari berbagai lapisan masyarakat mengingat guru adalah orang tua
dalam kehidupan. Terlebih khusus nasib guru honorer. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa honorarium yang diterima oleh guru honorer itu sangat jauh dari kata
sejahtera. Bagaimana mungkin seorang guru honorer dapat melaksanakan
kewajibannya jika yang menjadi haknya kurang mendapatkan perhatian.
Tepat tanggal 18 November 2014 lalu
harga BBM naik yang secara otomatis harga komoditas lainnya ikut naik. hal ini
memaksa serta melahirkan kaum guru yang pragmatis karena terhimpit oleh keadaan
ekonomi. Guru honorer yang menjadi tulang punggung keluarga akan kebingungan
untuk menghidupi atau mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Disatu sisi kaum guru pragmatis menuai
kritikan tajam dan terkesan kurang ikhlas dalam menjalankan tugas namun disisi
lain mereka harus menghidupi keluarga. Jika ini dibiarkan sampai kapanpun
negeri ini tidak akan pernah menjadi negara maju karena pendidikan ialah alat
vital dalam membangun bangsa dan guru menjadi prajurit terdepan yang terjun di
medan pertempuran dalam menghadang derasnya perputaran zaman.
Dalam memperjuangkan kesejahteraannya
tidak sedikit kaum guru yang menempuh jalur kurang sehat dan lagi-lagi ini
seolah menjadi rahasia umum akibat bobroknya sistem pendidikan. Pada bulan
september 2014 lalu Muncul kasus di Ibu Kota, banyak para guru yang menempuh
jalur kurang sehat dan langsung ditindak tegas serta diberi hukuman berupa
pencopotan jabatan dan menurunankan golongannya.(KOMPAS.COM) Tidak seperti para
pejabat korup yang sering kita jumpai dengan hukuman yang sangat ringan.
Selamat Hari Guru Nasional Semoga
Guruku semakin Ikhlas dalam beramal.

No comments:
Post a Comment