Gatra, Nomor 48/III, 18 Oktober 1997
Gus Dur menganggap Kerusuhan Tasikmalaya tak berhubungan
dengan doa bersama.
TERDAKWA kasus Kerusuhan
Tasikmalaya boleh berbesar hati. Nasib mereka upanya diperhatikan Ketua Umum
Nahdlatul Ulama (NU), Abdurahman Wahid. Buktinya, Rabu pekan lalu, Gus Dur,
panggilan Abdurrahman Wahid- mau hadir menjadi saksi sidang Abdul Muis, salah
seorang terdakwa dalam kasus kerusuhan itu. Gus Dur hadir atas undangan Lembaga
Bantuan Hukum Bandung, pembela Abdul Muis.
"Kehadiran saya paling tidak memberikan dukungan bagi Saudara
Muis,” kata Gus Dur sebelum masuk ke ruang sidang.
Abdul Muis adalah Ketua PMII
(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Cabang Tasikmalaya. Ia diseret ke meja
hijau karena menjadi salah seorang motor acara istighosah (doa bersama) di
Masjid Agung Tasikmalaya, akhir Desember lalu. Acara itu dibuat setelah terjadi
insiden pemukulan tiga guru mengaji Pondok Pesantren Riyadul Ulum, di Desa
Condong, Tasikmalaya, oleh empat anggota Kepolisian Resor (Polres) Tasikmalaya.
Acara doa yang diikuti ribuan santri dari seluruh pelosok Tasikmalaya itu
berlangsung tanpa insiden hingga selesai.
Namun acara itu ternyata
berbuntut panjang. Usai doa bersama, massa bergerak ke Markas Polres. Kantor
polisi dilempari dengan batu hingga rusak. Sesudah itu massa makin tak
terkendali. Kemarahan kepada polisi berkembang menjadi isu rasial anti-Cina.
Massa bergerak ke seantero penjuru kota, membakari rumah, toko, dan kendaraan
milik warga keturunan Cina. Akibatnya, 30 toko dan 6 pabrik dilalap api, 60
mobil gosong terpanggang, dan puluhan rumah
lainnya luluh lantak diamuk
massa.
Belakangan Abdul Muis, Mimi
Khaeruman, dan Agustiana, yang memotori istighosah, diciduk petugas, dituding
sebagai penanggung jawab huru-hara kelabu itu. Menurut Irwan Nasution, salah seorang
tim pembela Abdul Muis, Gus Dur diundang sebagai saksi ahli yang meringankan
terdakwa. “Kami harap Gus Dur bisa menjelaskan bahwa acara doa bersama yang
dibuat klien kami bukan perbuatan subversif, dan kerusuhan yang terjadi bukan
buntut acara doa bersama itu,” kata Irwan.
Dalam kesaksiannya Gus Dur,
yang mengaku mengenal terdakwa, menyatakan mengetahui acara doa bersama dan
Kerusuhan Tasikmalaya itu dari surat kabar. Sebagai pengamat dan ahli
kemasyarakatan, Gus Dur memahami penyelenggaraan acara doa bersama itu. “Acara
doa itu dilakukan dalam rangka menenangkan keresahan masyarakat,” katanya.
Karena niat baik itu, para pejabat dan petugas keamanan di Tasikmalaya pun
hadir dalam acara.
Istighosah, menurut Gus Dur,
biasa dilakukan orang NU untuk menghadapi suatu persoalan atau bencana. Sebagai contoh, Gus Dur menyebut
acara doa bersama di Parkir Timur Senayan, Jakarta, dan Situbondo, Jawa Timur.
“Ternyata tak terjadi apa-apa. Ini menunjukkan, kalau warga NU kumpul itu tak
terjadi apa-apa," kata Gus Dur. Jadi, Gus Dur menambahkan, pengerahan
massa dalam jumlah besar tak akan menjadi masalah kalau bisa diarahkan dengan
baik.
Lalu, kenapa istighosah di
Tasikmalaya berbuntut huru-hara? Menurut Gus Dur, karena ada pihak luar yang
menyusup dan ikut menunggangi acara itu. “Buktinya, dalam kerusuhan itu
ditemukan orang bertato dan berambut gondrong. Saya belum pernah dengar ada
anggota NU Tasikmalaya yang bertato,” katanya. Kesimpulan Gus Dur, tak ada
hubungan sebab akibat antara istighosah dan kerusuhan di Tasikmalaya.
“Acara itu niatnya baik dan
diyakini akan menghasilkan yang baik,” katanya. Menanggapi kesaksian Gus Dur
yang membela terdakwa, jaksa tak gentar. “Silakan saja, itu memang hak
terdakwa. Tapi kami yakin, dakwaan kami akan terbukti,” kata Jaksa M.
Butarbutar.
No comments:
Post a Comment